‘’Cerpen Persahabatan Sejati’’
Contoh
Cerpen Persahabatan Sejati - Cerpen persahabatan sejati adalah sebuah cerpen
yang mengkisahkan tentang persahabatan seorang teman yang begitu erat. Biasanya
cerpen persahabatan sejati ini banyak sekali diminati oleh para pembaca karena
mengangkat realita persahabatan sehari-hari. Nah disini ane akan sedikit
memberikan beberapa contoh cerpen persahabatan sejati. semoga beberapa contoh
cerpen persahabatan sejati ini bermanfaat bagi semua.
Jangan
lupa like ya, atau komentari bagaimana blog ini, OK
Contoh Cerpen Persahabatan Sejati
Betapa enak menjadi orang kaya. Semua serba ada. Segala keinginan terpenuhi. Karena semua tersedia. Seperti Iwan. Ia anak konglomerat. Berangkat dan pulang sekolah selalu diantar mobil mewah dengan supir pribadi.
Meskipun demikian ia tidaklah sombong. Juga
sikap orang tuanya. Mereka sangat ramah. Mereka tidak pilih-pilih dalam soal
bergaul. Seperti pada kawan kawan Iwan yang datang ke rumahnya. Mereka
menyambut seolah keluarga. Sehingga kawan-kawan banyak yang betah kalau main di
rumah Iwan.
Iwan sebenarnya mempunyai sahabat setia.
Namanya Momon. Rumahnya masih satu kelurahan dengan rumah Iwan. Hanya beda RT.
Namun, sudah hampir dua minggu Momon tidak main ke rumah Iwan.
“Ke mana, ya,Ma, Momon. Lama tidak muncul.
Biasanya tiap hari ia tidak pernah absen. Selalu datang.”
“Mungkin sakit!” jawab Mama.
“Ih, iya, siapa tahu, ya, Ma? Kalau begitu
nanti sore aku ingin menengoknya!” katanya bersemangat
Sudah tiga kali pintu rumah Momon diketuk
Iwan. Tapi lama tak ada yang membuka. Kemudian Iwan menanyakan ke tetangga
sebelah rumah Momon. Iamendapat keterangan bahwa momon sudah dua minggu ikut
orang tuanya pulang ke desa. Menurut kabar, bapak Momon di-PHK dari
pekerjaannya. Rencananya mereka akan menjadi petani saja. Meskipun akhirnya
mengorbankan kepentingan Momon. Terpaksa Momon tidak bisa melanjutkan sekolah
lagi.
“Oh, kasihan Momon,” ucapnya dalam hati,
Di rumah Iwan tampak melamun. Ia memikirkan
nasib sahabatnya itu. Setiap pulang sekolah ia selalu murung.
“Ada apa, Wan? Kamu seperti tampak lesu. Tidak
seperti biasa. Kalau pulang sekolah selalu tegar dan ceria!” Papa menegur
“Momon, Pa.”
“Memangnya kenapa dengan sahabatmu itu.
Sakitkah ia?” Iwan menggeleng.
“Lantas!” Papa penasaran ingin tahu.
“Momon sekarang sudah pindah rumah. Kata
tetangganya ia ikut orang tuanya pulang ke desa. Kabarnya bapaknya di-PHK.
Mereka katanya ingin menjadi petani saja”.
Papa menatap wajah Iwan tampak tertegun
seperti kurang percaya dengan omongan Iwan.
“Kalau Papa tidak percaya, Tanya, deh, ke Pak
RT atau ke tetangga sebelah!” ujarnya.
“Lalu apa rencana kamu?”
“Aku harap Papa bisa menolong Momon!”
“Maksudmu?”
“Saya ingin Momon bisa berkumpul kembali
dengan aku!” Iwan memohon dengan agak mendesak.
“Baiklah kalau begitu. Tapi, kamu harus mencari
alamat Momon di desa itu!” kata Papa.
Dua hari kemudian Iwan baru berhasil
memperoleh alamat rumah Momon di desa. Ia merasa senang. Ini karena berkat
pertolongan pemilik rumah yang pernah dikontrak keluarga Momon. Kemudian Iwan
bersama Papa datang ke rumah Momon di wilayah Kadipaten. Namun lokasi rumahnya
masih masuk ke dalam. Bisa di tempuh dengan jalan kaki dua kilometer.
Kedatangan kami disambut orang tua Momon dan Momon sendiri. Betapa gembira hati
Momon ketika bertemu dengan Iwan. Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas
rasa rindu. Semula Momon agak kaget dengan kedatangan Iwan secara mendadak.
Soalnya ia tidak memberi tahu lebih dulu kalau Iwan inginberkunjung ke rumah
Momon di desa.
“Sorry, ya, Wan. Aku tak sempat memberi tahu
kamu!”
“Ah, tidak apa-apa. Yang penting aku merasa
gembira. Karena kita bisa berjumpa kembali!”
Setelah omong-omong cukup lama, Papa
menjelaskan tujuan kedatangannya kepada orang tua Momon. Ternyata orang tua
Momon tidak keberatan, dan menyerahkan segala keputusan kepada Momon sendiri.
“Begini, Mon, kedatangan kami kemari, ingin
mengajak kamu agar mau ikut kami ke Bandung. Kami menganggap kamu itu sudah
seperti keluarga kami sendiri. Gimana Mon, apakah kamu mau?” Tanya Papa.
“Soal sekolah kamu,” lanjut Papa, “kamu tak
usah khawatir. Segala biaya pendidikan kamu saya yang akan menanggung.”
“Baiklah kalau memang Bapak dan Iwan
menghendaki demikian, saya bersedia. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas
kebaikan Bapak yang mau membantu saya.”
Kemudian Iwan bangkit dari tempat duduk lalu
mendekat memeluk Momon. Tampak mata Iwan berkaca-kaca. Karena merasa
bahagia.Akhirnya mereka dapat berkumpul kembali. Ternyata mereka adalah sahabat
sejati yang tak terpisahkan. Kini Momon tinggal di rumah Iwan. Sementara orang
tuanya tetap di desa. Selain mengerjakan sawah, mereka juga merawat nenek Momon
yang sudah tua.
Contoh Cerpen Persahabatan Sejati
Ketika seorang sahabat sejati bertanya kepada
sahabatnya, “apakah aku pernah melakukan salah padamu?“.
Sahabatnya akan menjawab, “ya, tapi aku sudah
melupakan kesalahanmu“.
Ketika seorang sahabat sejati berbalik
bertanya kepada sahabatnya, “apakah aku pernah bersalah padamu?“.
Sahabatnya akan menjawab, “ya, tapi aku sudah
lupa akan hal itu“.
Ketika seorang bertanya, “Apa yang telah kau
lakukan untuk sahabatmu?“
Seorang sahabat akan menjawab, “Aku tidak
tahu.” sebab seorang sahabat tidak pernah meminta imbalan dari apa yang telah
di perbuatnya dengan tulus.
Ketika seorang sahabat sejati memarahi
sahabatnya, dan sahabatnya bertanya, “mengapa kamu memarahiku?“
Sahabatnya akan menjawab, “demi kebaikanmu“.
Ketika seseorang bertanya, “apakah alasanmu
menjadi sahabatnya?“
Ia akan menjawab, “tidak tahu“. Sebab sahabat
yang sejati tidak pernah memanfaatkan, tidak pernah memandang kelemahan dan
kelebihan.
Ketika kau jatuh, ia akan berusaha menopangkan
tangannya supaya kau tidak tergeletak.
Ketika kau bersuka, ia akan berada disisimu
dan turut merasakan kebahagiaanmu.
Ketika kau berduka, ia akan berada
disampingmu, meskipun ia tidak tahu bagaimana cara menghiburmu. Tetap
mendengarkanmu, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutmu, meskipun kau
hanya mengaduh dan meskipun ia tidak tahu bagaimana solusi masalahmu.
Ketika kau mengatakan cita – citamu, ia akan
mendukung dan berdoa untukmu.
Ketika ia bersuka, kau juga akan bersuka
karenanya.
Ketika ia berduka, kau yang ada di sampingnya.
Sahabat adalah memberi tanpa ada maksud di
belakangnya, bukan hanya menerima.
Sahabat tidak pernah membungkus racun dengan
permen manis.
Persahabatan tidak diukur oleh berapa lamanya
waktu, tetapi berapa besar arti ‘persahabatan’ itu sendiri.
Persahabatan tidak diukur oleh materi, tetapi
berapa besar pengorbanan.
Persahabatan tidak diukur dari kesuksesan yang
di peroleh, tetapi dari berapa besar dukungan yang di berikan.
Ia dapat menyayangimu, bahkan lebih dari
dirinya sendiri.
Persahabatan tidak pernah mulus. Tetapi yang
membuat indah adalah ketika mereka berhasil menjalaninya bersama, meskipun
harus melalui pertumpahan air mata.
Hal yang paling membuat sahabatmu sedih adalah
ketika kamu, sebagai seorang sahabat, membohonginya dengan alasan apapun. Sebab
ia sangat percaya padamu.
Hanya satu yang sahabatmu minta kepadamu :
supaya ia menjadi bagian hidupmu.
Contoh Cerpen Persahabatan Sejati
Ketika dunia terang, alangkah semakin indah
jikalau ada sahabat disisi. Kala langit mendung, begitu tenangnya jika ada
sahabat menemani. Saat semua terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat
disampingku. Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Ya, itulah kira-kira sedikit
tentang diriku yang begitu merindukan kehadiran seorang sahabat.
Aku memang seorang yang sangat fanatik pada
persahabatan. Namun, sekian lama pengembaraanku mencari sahabat, tak jua ia
kutemukan. Sampai sekarang, saat ku telah hampir lulus dari sekolahku. Sekolah
berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari sahabat. Tapi kenyataan dengan
harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa kujadikan sahabat. Tiga
tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan dalam menjalin sebuah
persahabatan. Memang tak ada yang abadi di dunia ini. Tapi paling tidak,
kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku ini, aku mendapatkan
sahabat.
Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru
meninggalkanku kala ku membutuhkannya. “May, nelpon yuk. Wartel buka tuh,” ujar
seorang teman yang hampir kuanggap sahabat, Riea pada ‘sahabat’ku yang lain
saat kami di perpustakaan. “Yuk, yuk, yuk!” balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku
Kugaris bawahi, dia tak mengajakku. Langsung pergi dengan tanpa ada basa-basi
sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama sering dihabiskan bersama. Huh,
apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah keluar dari perpustakaan dengan
menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi kesendirianku yang
tak kunjung membaik. Aku selalu merasa tak punya teman. “Vy, gue numpang ya, ke
kasur lo,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy
membiarkanku berbaring di kasurnya. Aku menutup wajahku dengan bantal.
Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah
juga. Tak lagi terbendung. Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka
tak juga sadar aku butuh teman. Aku takut merasa sendiri. Sendiri dalam sepi
begitu mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu
pergi meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak
pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka
‘menjauhiku’. “Faiy, lo kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba,” tanya Silvy padaku
begitu aku menyelesaikan tangisku. “Ngga papa, Vy,” aku mencoba tersenyum.
Senyuman yang sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tau nggak ? tadi gue ketemu
loh sama dia,” ujar Silvy malu-malu. Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki
yang dia sukai.
Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk
menjadi sahabatku. Kurasa semua sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa
hanya dimanfaatkan oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu. Kala dibutuhkan, aku didekati.
Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara
malah jadi jauh sama gue. Padahal gue deket banget sama dia. Dia yamg dulu
paling ngerti gue. Sahabat gue,” Silvy curhat padaku tentang Lara yang begitu
dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku. Entah mengapa
mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian gitu dong,”
balasku tersenyum. Aku menerawang,” Kalau lo sadar, Vy, Allah kan selalu
bersama kita. Kita ngga pernah sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita
masih merasa sendiri juga, berarti jelas kita ngga ingat Dia,” kata-kata itu
begitu saja mengalir dari bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga
tepat untukku. Oh, Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu
bersamaku. Tetapi aku masih sering merasa sendiri.
Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang
waktu. Bodohnya aku. Aku ngga pernah hidup sendiri. Ada Allah yang selalu
menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak
pernah absen menjagaku. Kenapa selama ini aku tak menyadarinya? Dia akan selalu
mendengarkan ‘curhatanku’. Dijamin aman. Malah mendapat solusi. Silvy tiba-tiba
memelukku. “Sorry banget, Faiy. Seharusnya gue sadar. Selama ini tuh lo yang
selalu nemenin gue, dengerin curhatan gue, ngga pernah bete sama gue. Dan lo
bisa ngingetin gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa gue baru sadar sekarang, saat
kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tak kuasa menahan tangisnya. Aku merasakan
kehampaan sejenak. Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar
bahwa aku ngga pernah sendiri dan ingat lagi padaNya, tak perlu aku yang
mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada seseorang. Bahkan malah orang lain yang
membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya,
Vy. Ngga papa koki kita pisah. Emang kalau pisah, persahabatan bakal putus.
Kalau putus, itu bukan persahabatan,” kataku tersenyum.
Menyeka sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum
bersama. Persahabatan yang indah, semoga persahabatan kami diridoi Allah.
Sahabat itu, terkadang tak perlu kita cari. Dia yang akan menghampiri kita
dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun. Dan yang
terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah. Jangan merasa sepi. La takhof,
wala tahzan, innallaha ma’ana..Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan
pula tinggalkannya.
Contoh Cerpen Persahabatan Sejati
Cuaca panas diledakkan oleh teriakan seorang
ibu dari sebuah halte bis.
“ Jambret!” Teriaknya. Ibu itu setengah gila,
meronta-ronta, melompat-lompat.
Orang-orang terperangah, lirik kiri- kanan,
mencari-cari. Ya, pak Polisi gagah datang, pistol mendongak.
” Jambret….!” Ibu itu menunjuk-nunjuk,
seseorang berlari kencang membawa sebuah tas kulit. Pak Polisi gagah itu pun
mengejarnya. Pistol mulai keluar, diacungkan.
” Berhenti….!” Duarrrr….suara pistol meledak.
Udara belah.
Jambret sial sialan itu berhenti. Pasti.
Takut.
” Angkat tangan…! Buka topengmu goblok!”
Penjambret sial sialan itu mengangkat tangan,
membuka topeng.
” Kkkkkkkkau!” Tunjuk pak Polisi gagah..”
Ahaa….kau si Juned! Sahabat lamaku!?”
” Halah…Kkkkkau si Safri…sahabat lamaku!”
” Sini biar kuambil tas kulit itu!”
Kemudian mereka berpelukkan, sahabat lama yang
sudah puluhan tahun tidak jumpa. Tas kulit diberikan kepada si ibu. Si ibu
bukan main memberi hormat dan salam secara berlebihan kepada pak Polisi gagah.
” kau..ikut aku ke kantor Polisi…Juned!”
” Oke….!”
Di kantor polisi JUned mendapat perlakuan
istimewa. Ia dikurung dalam kerangkeng khusus, diberi fasilitas istimewa, ada
kamar mandinya, ada kasur empuknya, membuat tahanan lain iri kepadanya.
” Sahabat…besok pengadilanmu akan
dilaksanakan…!”
” Oke, sahabat lamaku!” Bukan main bahagianya
Juned.
Ruang pengadilan biasa-biasa saja, karena
kasus nya bukan kasus selebritis. Pengacara Juned namanya si Paruntungan Hasibuan
, masih sama, sahabat lama si Juned..
Pak Hakim masuk.
” Oalaaaaa……!” Mata Pak Hakim yang sifit itu
terbelalak tajam ketika melihat terdakwa. ” Kkkkkau…si Juned…Sahabat Lamaku…!”
” Halahhh….kau…si Norman, sahabat Lamaku…!”
” Lama kita tak bersua ya?”
” Ya, memang cukup lama, Kau si Paruntungan
Hasibuan!” Pak Hakim menunjuk pengacara si Juned. Pak polisi gagah pun masuk,
datang agak telat memang,ingin menyaksikan jalannya pengadilan.
” Haaa? Kkkkkau….si Jefrii…!?” Teriak Pak
Hakim kegirangan.
Pada akhirnya ruang sidang itu dipenuhi oleh
gelak tawa dan pembicaraan masa lalu. Kenangan. Masa-masa SMA.
” Nostalgia…SMA kitaaaaaa…..!” Teriak mereka,
sambil memukul-mukulkan palu pada meja.
itulah tadi cerpennya bagus-bagus kan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar