Minggu, 10 Maret 2013

cerpen persahabatan sejati



‘’Cerpen Persahabatan Sejati’’


Contoh Cerpen Persahabatan Sejati - Cerpen persahabatan sejati adalah sebuah cerpen yang mengkisahkan tentang persahabatan seorang teman yang begitu erat. Biasanya cerpen persahabatan sejati ini banyak sekali diminati oleh para pembaca karena mengangkat realita persahabatan sehari-hari. Nah disini ane akan sedikit memberikan beberapa contoh cerpen persahabatan sejati. semoga beberapa contoh cerpen persahabatan sejati ini bermanfaat bagi semua.
Jangan lupa like ya, atau komentari bagaimana blog ini, OK

Contoh Cerpen Persahabatan Sejati

Betapa enak menjadi orang kaya. Semua serba ada. Segala keinginan terpenuhi. Karena semua tersedia. Seperti Iwan. Ia anak konglomerat. Berangkat dan pulang sekolah selalu diantar mobil mewah dengan supir pribadi.

 Meskipun demikian ia tidaklah sombong. Juga sikap orang tuanya. Mereka sangat ramah. Mereka tidak pilih-pilih dalam soal bergaul. Seperti pada kawan kawan Iwan yang datang ke rumahnya. Mereka menyambut seolah keluarga. Sehingga kawan-kawan banyak yang betah kalau main di rumah Iwan.

 Iwan sebenarnya mempunyai sahabat setia. Namanya Momon. Rumahnya masih satu kelurahan dengan rumah Iwan. Hanya beda RT. Namun, sudah hampir dua minggu Momon tidak main ke rumah Iwan.

 “Ke mana, ya,Ma, Momon. Lama tidak muncul. Biasanya tiap hari ia tidak pernah absen. Selalu datang.”

 “Mungkin sakit!” jawab Mama.

 “Ih, iya, siapa tahu, ya, Ma? Kalau begitu nanti sore aku ingin menengoknya!” katanya bersemangat

 Sudah tiga kali pintu rumah Momon diketuk Iwan. Tapi lama tak ada yang membuka. Kemudian Iwan menanyakan ke tetangga sebelah rumah Momon. Iamendapat keterangan bahwa momon sudah dua minggu ikut orang tuanya pulang ke desa. Menurut kabar, bapak Momon di-PHK dari pekerjaannya. Rencananya mereka akan menjadi petani saja. Meskipun akhirnya mengorbankan kepentingan Momon. Terpaksa Momon tidak bisa melanjutkan sekolah lagi.

 “Oh, kasihan Momon,” ucapnya dalam hati,

 Di rumah Iwan tampak melamun. Ia memikirkan nasib sahabatnya itu. Setiap pulang sekolah ia selalu murung.

 “Ada apa, Wan? Kamu seperti tampak lesu. Tidak seperti biasa. Kalau pulang sekolah selalu tegar dan ceria!” Papa menegur

 “Momon, Pa.”

 “Memangnya kenapa dengan sahabatmu itu. Sakitkah ia?” Iwan menggeleng.

 “Lantas!” Papa penasaran ingin tahu.

 “Momon sekarang sudah pindah rumah. Kata tetangganya ia ikut orang tuanya pulang ke desa. Kabarnya bapaknya di-PHK. Mereka katanya ingin menjadi petani saja”.
 Papa menatap wajah Iwan tampak tertegun seperti kurang percaya dengan omongan Iwan.

 “Kalau Papa tidak percaya, Tanya, deh, ke Pak RT atau ke tetangga sebelah!” ujarnya.

 “Lalu apa rencana kamu?”

 “Aku harap Papa bisa menolong Momon!”

 “Maksudmu?”

 “Saya ingin Momon bisa berkumpul kembali dengan aku!” Iwan memohon dengan agak mendesak.

 “Baiklah kalau begitu. Tapi, kamu harus mencari alamat Momon di desa itu!” kata Papa.

 Dua hari kemudian Iwan baru berhasil memperoleh alamat rumah Momon di desa. Ia merasa senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah yang pernah dikontrak keluarga Momon. Kemudian Iwan bersama Papa datang ke rumah Momon di wilayah Kadipaten. Namun lokasi rumahnya masih masuk ke dalam. Bisa di tempuh dengan jalan kaki dua kilometer. Kedatangan kami disambut orang tua Momon dan Momon sendiri. Betapa gembira hati Momon ketika bertemu dengan Iwan. Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas rasa rindu. Semula Momon agak kaget dengan kedatangan Iwan secara mendadak. Soalnya ia tidak memberi tahu lebih dulu kalau Iwan inginberkunjung ke rumah Momon di desa.

 “Sorry, ya, Wan. Aku tak sempat memberi tahu kamu!”

 “Ah, tidak apa-apa. Yang penting aku merasa gembira. Karena kita bisa berjumpa kembali!”

 Setelah omong-omong cukup lama, Papa menjelaskan tujuan kedatangannya kepada orang tua Momon. Ternyata orang tua Momon tidak keberatan, dan menyerahkan segala keputusan kepada Momon sendiri.

 “Begini, Mon, kedatangan kami kemari, ingin mengajak kamu agar mau ikut kami ke Bandung. Kami menganggap kamu itu sudah seperti keluarga kami sendiri. Gimana Mon, apakah kamu mau?” Tanya Papa.

 “Soal sekolah kamu,” lanjut Papa, “kamu tak usah khawatir. Segala biaya pendidikan kamu saya yang akan menanggung.”

 “Baiklah kalau memang Bapak dan Iwan menghendaki demikian, saya bersedia. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak yang mau membantu saya.”

 Kemudian Iwan bangkit dari tempat duduk lalu mendekat memeluk Momon. Tampak mata Iwan berkaca-kaca. Karena merasa bahagia.Akhirnya mereka dapat berkumpul kembali. Ternyata mereka adalah sahabat sejati yang tak terpisahkan. Kini Momon tinggal di rumah Iwan. Sementara orang tuanya tetap di desa. Selain mengerjakan sawah, mereka juga merawat nenek Momon yang sudah tua.

Contoh Cerpen Persahabatan Sejati

 Ketika seorang sahabat sejati bertanya kepada sahabatnya, “apakah aku pernah melakukan salah padamu?“.
 Sahabatnya akan menjawab, “ya, tapi aku sudah melupakan kesalahanmu“.

 Ketika seorang sahabat sejati berbalik bertanya kepada sahabatnya, “apakah aku pernah bersalah padamu?“.
 Sahabatnya akan menjawab, “ya, tapi aku sudah lupa akan hal itu“.

 Ketika seorang bertanya, “Apa yang telah kau lakukan untuk sahabatmu?“
 Seorang sahabat akan menjawab, “Aku tidak tahu.” sebab seorang sahabat tidak pernah meminta imbalan dari apa yang telah di perbuatnya dengan tulus.

 Ketika seorang sahabat sejati memarahi sahabatnya, dan sahabatnya bertanya, “mengapa kamu memarahiku?“
 Sahabatnya akan menjawab, “demi kebaikanmu“.

 Ketika seseorang bertanya, “apakah alasanmu menjadi sahabatnya?“
 Ia akan menjawab, “tidak tahu“. Sebab sahabat yang sejati tidak pernah memanfaatkan, tidak pernah memandang kelemahan dan kelebihan.

 Ketika kau jatuh, ia akan berusaha menopangkan tangannya supaya kau tidak tergeletak.
 Ketika kau bersuka, ia akan berada disisimu dan turut merasakan kebahagiaanmu.
 Ketika kau berduka, ia akan berada disampingmu, meskipun ia tidak tahu bagaimana cara menghiburmu. Tetap mendengarkanmu, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutmu, meskipun kau hanya mengaduh dan meskipun ia tidak tahu bagaimana solusi masalahmu.
 Ketika kau mengatakan cita – citamu, ia akan mendukung dan berdoa untukmu.
 Ketika ia bersuka, kau juga akan bersuka karenanya.
 Ketika ia berduka, kau yang ada di sampingnya.

 Sahabat adalah memberi tanpa ada maksud di belakangnya, bukan hanya menerima.
 Sahabat tidak pernah membungkus racun dengan permen manis.

 Persahabatan tidak diukur oleh berapa lamanya waktu, tetapi berapa besar arti ‘persahabatan’ itu sendiri.
 Persahabatan tidak diukur oleh materi, tetapi berapa besar pengorbanan.
 Persahabatan tidak diukur dari kesuksesan yang di peroleh, tetapi dari berapa besar dukungan yang di berikan.

 Ia dapat menyayangimu, bahkan lebih dari dirinya sendiri.

 Persahabatan tidak pernah mulus. Tetapi yang membuat indah adalah ketika mereka berhasil menjalaninya bersama, meskipun harus melalui pertumpahan air mata.

 Hal yang paling membuat sahabatmu sedih adalah ketika kamu, sebagai seorang sahabat, membohonginya dengan alasan apapun. Sebab ia sangat percaya padamu.

 Hanya satu yang sahabatmu minta kepadamu : supaya ia menjadi bagian hidupmu.

Contoh Cerpen Persahabatan Sejati

 Ketika dunia terang, alangkah semakin indah jikalau ada sahabat disisi. Kala langit mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat menemani. Saat semua terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat disampingku. Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Ya, itulah kira-kira sedikit tentang diriku yang begitu merindukan kehadiran seorang sahabat.

 Aku memang seorang yang sangat fanatik pada persahabatan. Namun, sekian lama pengembaraanku mencari sahabat, tak jua ia kutemukan. Sampai sekarang, saat ku telah hampir lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari sahabat. Tapi kenyataan dengan harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan dalam menjalin sebuah persahabatan. Memang tak ada yang abadi di dunia ini. Tapi paling tidak, kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku ini, aku mendapatkan sahabat.

 Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku kala ku membutuhkannya. “May, nelpon yuk. Wartel buka tuh,” ujar seorang teman yang hampir kuanggap sahabat, Riea pada ‘sahabat’ku yang lain saat kami di perpustakaan. “Yuk, yuk, yuk!” balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku Kugaris bawahi, dia tak mengajakku. Langsung pergi dengan tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama sering dihabiskan bersama. Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah keluar dari perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi kesendirianku yang tak kunjung membaik. Aku selalu merasa tak punya teman. “Vy, gue numpang ya, ke kasur lo,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy membiarkanku berbaring di kasurnya. Aku menutup wajahku dengan bantal.

 Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga. Tak lagi terbendung. Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar aku butuh teman. Aku takut merasa sendiri. Sendiri dalam sepi begitu mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu pergi meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka ‘menjauhiku’. “Faiy, lo kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba,” tanya Silvy padaku begitu aku menyelesaikan tangisku. “Ngga papa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tau nggak ? tadi gue ketemu loh sama dia,” ujar Silvy malu-malu. Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai.

 Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku. Kurasa semua sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu. Kala dibutuhkan, aku didekati. Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara malah jadi jauh sama gue. Padahal gue deket banget sama dia. Dia yamg dulu paling ngerti gue. Sahabat gue,” Silvy curhat padaku tentang Lara yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku. Entah mengapa mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian gitu dong,” balasku tersenyum. Aku menerawang,” Kalau lo sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita ngga pernah sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti jelas kita ngga ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Oh, Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku. Tetapi aku masih sering merasa sendiri.

 Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku ngga pernah hidup sendiri. Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak pernah absen menjagaku. Kenapa selama ini aku tak menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan ‘curhatanku’. Dijamin aman. Malah mendapat solusi. Silvy tiba-tiba memelukku. “Sorry banget, Faiy. Seharusnya gue sadar. Selama ini tuh lo yang selalu nemenin gue, dengerin curhatan gue, ngga pernah bete sama gue. Dan lo bisa ngingetin gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa gue baru sadar sekarang, saat kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tak kuasa menahan tangisnya. Aku merasakan kehampaan sejenak. Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar bahwa aku ngga pernah sendiri dan ingat lagi padaNya, tak perlu aku yang mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada seseorang. Bahkan malah orang lain yang membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya, Vy. Ngga papa koki kita pisah. Emang kalau pisah, persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan persahabatan,” kataku tersenyum.

 Menyeka sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga persahabatan kami diridoi Allah. Sahabat itu, terkadang tak perlu kita cari. Dia yang akan menghampiri kita dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun. Dan yang terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah. Jangan merasa sepi. La takhof, wala tahzan, innallaha ma’ana..Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan pula tinggalkannya.

Contoh Cerpen Persahabatan Sejati

 Cuaca panas diledakkan oleh teriakan seorang ibu dari sebuah halte bis.
 “ Jambret!” Teriaknya. Ibu itu setengah gila, meronta-ronta, melompat-lompat.
 Orang-orang terperangah, lirik kiri- kanan, mencari-cari. Ya, pak Polisi gagah datang, pistol mendongak.
 ” Jambret….!” Ibu itu menunjuk-nunjuk, seseorang berlari kencang membawa sebuah tas kulit. Pak Polisi gagah itu pun mengejarnya. Pistol mulai keluar, diacungkan.
 ” Berhenti….!” Duarrrr….suara pistol meledak. Udara belah.
 Jambret sial sialan itu berhenti. Pasti. Takut.
 ” Angkat tangan…! Buka topengmu goblok!”
 Penjambret sial sialan itu mengangkat tangan, membuka topeng.
 ” Kkkkkkkkau!” Tunjuk pak Polisi gagah..” Ahaa….kau si Juned! Sahabat lamaku!?”
 ” Halah…Kkkkkau si Safri…sahabat lamaku!”
 ” Sini biar kuambil tas kulit itu!”
 Kemudian mereka berpelukkan, sahabat lama yang sudah puluhan tahun tidak jumpa. Tas kulit diberikan kepada si ibu. Si ibu bukan main memberi hormat dan salam secara berlebihan kepada pak Polisi gagah.
 ” kau..ikut aku ke kantor Polisi…Juned!”
 ” Oke….!”
 Di kantor polisi JUned mendapat perlakuan istimewa. Ia dikurung dalam kerangkeng khusus, diberi fasilitas istimewa, ada kamar mandinya, ada kasur empuknya, membuat tahanan lain iri kepadanya.
 ” Sahabat…besok pengadilanmu akan dilaksanakan…!”
 ” Oke, sahabat lamaku!” Bukan main bahagianya Juned.
 Ruang pengadilan biasa-biasa saja, karena kasus nya bukan kasus selebritis. Pengacara Juned namanya si Paruntungan Hasibuan , masih sama, sahabat lama si Juned..
 Pak Hakim masuk.
 ” Oalaaaaa……!” Mata Pak Hakim yang sifit itu terbelalak tajam ketika melihat terdakwa. ” Kkkkkau…si Juned…Sahabat Lamaku…!”
 ” Halahhh….kau…si Norman, sahabat Lamaku…!”
 ” Lama kita tak bersua ya?”
 ” Ya, memang cukup lama, Kau si Paruntungan Hasibuan!” Pak Hakim menunjuk pengacara si Juned. Pak polisi gagah pun masuk, datang agak telat memang,ingin menyaksikan jalannya pengadilan.
 ” Haaa? Kkkkkau….si Jefrii…!?” Teriak Pak Hakim kegirangan.
 Pada akhirnya ruang sidang itu dipenuhi oleh gelak tawa dan pembicaraan masa lalu. Kenangan. Masa-masa SMA.
 ” Nostalgia…SMA kitaaaaaa…..!” Teriak mereka, sambil memukul-mukulkan palu pada meja.

itulah tadi cerpennya bagus-bagus kan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Translate

Pengikut